Rabu, 28 Desember 2011

Peranan Manajemen Dalam Pengelolaan SDM

Pada dasarnya kemampuan manusia itu terbatas (fisik, pengetahuan, waktu, dan perhatian) sedangkan kebutuhan dan keinginannya tidak terbatas. Begitu pula dengan kemampuan atau usaha untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan tersebut sangat terbatas. Adanya keterbatasan inilah yang membuatnya bersedia bekerja, menerima tugas, dan tanggung jawab. Dengan adanya pembagian kerja, tugas dan tanggung jawab ini maka terbentuklah kerja sama dan keterikatan formal dalam suatu organisasi.

Dalam organisasi atau perusahaan para karyawan berinteraksi untuk menyelesaikan berbagai pekerjaan yang menjadi tanggungjawabnya, maka pekerjaan yang berat dan sulit akan dapat diselesaikan dengan baik serta tujuan yang diinginkan tercapai. Dengan adanya asas-asas manajemen itulah terjadi keteraturan, keseimbangan dan keharmonisan dalam perusahaan.

Nah peran manajemen dalam pengelolaan SDM didasari oleh sebab-sebab penting berikut :

  1. Pekerjaan itu berat dan sulit untuk dikerjakan sendiri, sehingga diperlukan pembagian kerja, tugas, dan tanggung jawab dalam penyelesaiannya.
  2. Perusahaan akan dapat berhasil baik, jika manajemen diterapkan dengan baik.
  3. Manajemen yang baik akan meningkatkan daya guna dan hasil guna semua potensi yang dimiliki.
  4. Manajemen yang baik akan mengurangi pemborosan-pemborosan.
  5. Manajemen menetapkan tujuan dan usaha untuk mewujudkan dengan memanfaatkan 6M dalam proses manajemen tersebut.
  6. Manajemen perlu untuk kemajuan dan pertumbuhan.
  7. Manajemen mengakibatkan pencapaian tujuan secara teratur.
  8. Manajemen merupakan suatu pedoman pikiran dan tindakan.
  9. Manajemen selalu dibutuhkan dalam setiap kerja sama sekelompok orang.

Penilaian Komitmen Karyawan Pada PerusahaanPada artikel SDM sebelumnya pernah diulas beberapa tema mengenai komitmen karyawan pada perusahaan atau organisasi. Komitmen karyawan yang kuat merupakan dambaan perusahaan, namun komitmen karyawan tidaklah stabil, dapat naik dan turun. Untuk mengetahui seberapa kuat komitmen tersebut, Mowday seorang pakar SDM membuat beberapa pernyataan (Organizational Commitment Questionnaire) sebagai berikut: 1. I am willing to put in a great deal of effort beyond that normally expected in order to help this organization be successful. 2. I talk up to this organization to my friends as a great organization to work for. 3. I feel very little loyalty to this organization. 4. I would accept almost any type of job assignment in order ro keep working for this organization. 5. I find that my values and the organization’s values are very similar. 6. I am proud to tell others that I am part of this organization. 7. I could just as well be working for a different organization as long as the type of work was similar. 8. This organization really inspires the very best in me in the way of job performance. 9. It would be take very little change in my present circumstances to cause me to leave this organization. 10. I am extremely glad that I chose this organization to work for over others I was considering at the time I joined. 11. There’s not too much to be gained by sticking with this organization indefinitely. 12. Often, I find it difficult to agree with this organization’s policies on important matters relating to its employees. 13. I really care about the fate of this organization. 14. For me, this is the best of all possible organization for which to work. 15. Deciding to work for this organization was a definite mistake on my part. Dengan mengetahui tanggapan karyawan diharapkan dapat diketahui komitmen karyawan pada perusahaan.

Pada artikel SDM sebelumnya pernah diulas beberapa tema mengenai komitmen karyawan pada perusahaan atau organisasi. Komitmen karyawan yang kuat merupakan dambaan perusahaan, namun komitmen karyawan tidaklah stabil, dapat naik dan turun. Untuk mengetahui seberapa kuat komitmen tersebut, Mowday seorang pakar SDM membuat beberapa pernyataan (Organizational Commitment Questionnaire) sebagai berikut:

1. I am willing to put in a great deal of effort beyond that normally expected in order to help this organization be successful.
2. I talk up to this organization to my friends as a great organization to work for.
3. I feel very little loyalty to this organization.
4. I would accept almost any type of job assignment in order ro keep working for this organization.
5. I find that my values and the organization’s values are very similar.
6. I am proud to tell others that I am part of this organization.
7. I could just as well be working for a different organization as long as the type of work was similar.
8. This organization really inspires the very best in me in the way of job performance.
9. It would be take very little change in my present circumstances to cause me to leave this organization.
10. I am extremely glad that I chose this organization to work for over others I was considering at the time I joined.
11. There’s not too much to be gained by sticking with this organization indefinitely.
12. Often, I find it difficult to agree with this organization’s policies on important matters relating to its employees.
13. I really care about the fate of this organization.
14. For me, this is the best of all possible organization for which to work.
15. Deciding to work for this organization was a definite mistake on my part.



Dengan mengetahui tanggapan karyawan diharapkan dapat diketahui komitmen karyawan pada perusahaan.

Arti Komitmen Karyawan Bagi Organisasi

Mungkin pimpinan-pimpinan perusahaan sering mengucapkan kata ”Komitmen” kepada staf atau bawahannya. Sementara para bawahan mengartikan kata ”Komitmen” itu adalah loyal pada perusahaan sehingga kalau loyal atau tidak keluar dari perusahaan itu sudah komit. Ternyata pengertian seperti itu kurang tepat.


Terdapat beberapa pengertian komitmen pada organisasi dikemukakan para pakar SDM, namun yang sering dipergunakan untuk memahaminya adalah pendapat Luthans berikut:

“…organizational commitment is most often defined as :
(1) a strong desire to remain a member of a particular organization
(2) a willingness to exert high levels of effort on behalf of the organization
(3) a definite belief in, and acceptance of, the values and goals of the organization”.

Pengertian mudahnya sebagai berikut :
1. Keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota perusahaan tertentu.
2. Kesediaan untuk berusaha meningkatkan kemampuan diri atas nama organisasi.
3. Keyakinan yang pasti dan penerimaan nilai-nilai dan tujuan dari organisasi.

Nampak bahwa komitmen pada organisasi merupakan ukuran kemauan karyawan untuk tinggal atau bertahan dalam perusahaan sampai nanti. Komitmen organisasi juga mencerminkan kepercayaan karyawan pada misi dan tujuan perusahaan, kemauan untuk melakukan usaha-usaha tertentu dalam mencapai misi dan tujuan itu, dan adanya niat untuk terus bekerja pada perusahaan tersebut.

Peran Komitmen Karyawan Pada Perusahaan

Setiap perusahaan pasti berharap dan senang bila mempunyai karyawan yang mempunyai komitmen tinggi pada perusahaan. Harapan ini wajar karena terdapat pengaruh bagi aspek-aspek kerja lainnya dalam perusahaan.

Seperti yang telah diketahui diulas pada artikel manajemen sebelumnya bahwa komitmen karyawan terhadap perusahaan diasosiasikan dengan tingkat kemauan untuk berbagi dan berkorban bagi perusahaan. Dampaknya adalah para karyawan perushaaan yang paling berkomitmen akan menjadi orang yang paling tinggi memberikan usaha-usaha yang lebih besar secara sukarela bagi kemajuan perusahaan. Karyawan yang benar-benar menunjukkan komitmennya pada tujuan-tujuan dan nilai-nilai perusahaan, mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk berpartisipasi demi kemajuan perusahaan.

Adanya komitmen karyawan pada perusahaan membuat karyawan merasa mempunyai tanggung jawab besar dengan bersedia memberikan segala kemampuannya sehingga timbulnya rasa memiliki organisasi. Adanya adanya rasa memiliki yang kuat ini akan membuat karyawan bekerja lebih giat dan menghindari perilaku yang kurang produktif. Sementara bagi individu atau karyawan, komitmen pada perusahaan juga mempunyai dampak personal yang positif yaitu reward dan kepuasan.

Nampak bahwa komitmen pada perusahaan memiliki arti berharga baik bagi perusahaan maupun karyawan itu sendiri, terutama dalam mencapai tujuan yang diharapkan perusahaan dan karyawan.

Analisis Gaya Kepemimpinan Transformasional Kepala Sekolah Serta Dampaknya Terhadap Manajemen Instruksional


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Keberadaan pemimpin memegang peranan penting di dalam jalannya roda organisasi, sesuai dengan perannya sebagai penunjuk arah dan tujuan di masa depan (direct setter), agen perubahan (change agent), negosiator (spokesperson), dan sebagai pembina (coach).

Diantara gaya kepemimpinan yang ada saat ini adalah kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan transformasional. Dalam diskusi tentang gaya kepemimpinan, kepemimpinan transaksional selalu dikaitkan dengan kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan transaksional yang digambarkan sebagai kepemimpinan yang memberikan penjelasan tentang apa yang menjadi tanggung jawab atau tugas bawahan dan imbalan yang dapat mereka harapkan jika mencapai standar tertentu. Gaya kepemimpinan ini akan terbuka dalam membagikan informasi dan tanggung jawab kepada bawahan. Hal ini memang merupakan komponen penting dalam menjalankan suatu organisasi, namun kepemimpinan ini tidak cukup untuk menerangkan usaha tambahan dan kinerja bawahan yang sebetulnya dapat digali seorang pemimpin dari karyawannya, oleh karena itu diperlukan konsep lain yang mampu menerangkan usaha bawahan yang lebih dari sekedar kesepakatan tugas dan imbalan antara pimpinan dan bawahan.

Salah satu bentuk kepemimpinan yang diyakini dapat mengimbangi pola pikir dan refleksi paradigma-paradigma baru dalam arus globalisasi dirumuskan sebagai kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan transformasional yang digambarkan sebagai kepemimpinan yang membangkitkan atau memotivasi karyawan untuk dapat berkembang dan mencapai kinerja atau tingkat yang lebih tinggi lagi sehingga mampu mencapai lebih dari yang mereka perkirakan sebelumnya (beyond expectation).
Dalam bidang pendidikan, seiring dengan upaya pembaharuan yang dilakukan, bentuk kepemimpinan juga penting untuk diformulasikan. Kepemimpinan transformasional berdasarkan kekayaan konseptual melalui karisma, konsideran individual dan stimulasi intelektual, diyakini akan mampu melahirkan pemikiran-pemikiran yang mengandung jangkauan ke depan, azas kedemokrasian dan ketransparanan, yang oleh karenanya perlu diadopsi ke dalam kepemimpinan kepala sekolah, khususnya dalam rangka menunjang manajemen berbasis sekolah atau bentuk-bentuk pembaharuan pendidikan lainnya. Di Indonesia tipe kepemimpinan transformasional mulai mengemuka seiring dengan perubahan arah kebijakan dari sentralisasi ke otonomi daerah, dimana sekolah memiliki peranan yang signifikan dalam menentukan kebijakannya sendiri. Pentingnya kepemimpinan kepala sekolah dalam pengelolaan sekolah model manajemen berbasis sekolah adalah agar kepala sekolah dapat mengimplementesikan upaya-upaya pembaharuan dalam kependidikan. Tanpa dibarengi kepemimpinan kepala sekolah yang aspiratif terhadap perubahan, upaya pembaharuan pendidikan seideal apa pun yang dirancang nampaknya tidak akan membawa hasil optimal. Kepemimpinan transformasional dianggap dapat menjawab tantangan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah melalui tiga unsur yaitu karisma, konsideran individual, dan stimulasi intelektual pada diri kepala sekolah.

Era globalisasi di satu pihak dan era otonomi daerah di lain pihak penuh dengan persaingan dan tantangan, sehingga membutuhkan SDM yang berkualitas. Berbagai upaya perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas SDM. Pendidikan merupakan salah satu upaya utama untuk mengimplikasikan keinginan tersebut, namun juga memerlukan waktu yang cukup lama dan biaya yang besar. Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan, perlu ditingkatkan kualitas manajemen pendidikan, yang salah satunya adalah peningkatan manajemen instruksional. Manajemen instruksional dapat dipraktekkan dalam tiga dimensi pembelajaran, yaitu perumusan misi sekolah, pengelolaan program instruksional dan penciptaan iklim sekolah. Dari ketiga dimensi tersebut, selanjutnya dijabarkan kedalam fungsi kerja manajemen instruksional. Secara singkat, fungsi kerja manajemen instruksional tersebut adalah supervisi dan evaluasi pengajaran, monitoring kemajuan siswa, proteksi jam belajar, standarisasi akademik, koordinasi kurikulum, penyediaan insentif, promosi pengembangan profesional, kehadiran, menjabarkan sasaran yang ingin dicapai sekolah, serta mengkomunikasikan standarisasi akademis.

Kepemimpinan transformasional melalui tiga unsur yaitu karisma, konsideran individual, dan stimulasi intelektual pada diri kepala sekolah dianggap mampu menjawab tantangan pelaksanaan manajemen instruksional sekolah. Karisma merupakan komponen paling penting dalam konsep kepemimpinan transformasional secara luas. Dengan karisma yang kuat, akan semakin mudah bagi seorang pemimpin untuk menanamkan pengaruh terhadap anak buah. Sebaliknya semakin lemah karisma seseorang, akan semakin sulit dalam upaya memberikan pengaruh kepada anak buah. Padahal, dalam konteks kepemimpinan, menjadi penting sekali bagi seseorang untuk menanamkan pengaruhnya terhadap orang lain. Sementara para kepala sekolah menunjukkan kuatnya kemauan untuk mendorong pemahaman terhadap pandangan orang lain, memperlakukan orang lain dengan penuh hormat, menyiapkan anak buah untuk siap mengorbankan diri sendiri demi kepentingan kelompok dan sebagai pemberi inspirasi, mendatangkan antusiasme, loyalitas, dan menciptakan anak buah siap mengorbankan kepentingan pribadi untuk keperluan umum yang memerlukannya. Konsideran individual, dimana di bawah kepemimpinan transformasional kepekaan terhadap perseorangan sangatlah diutamakan. Secara umum kepemimpinan transformasional kepala sekolah pada elemen ini, senang memotivasi staf untuk berani mengemukakan gagasan dan pendapat serta sikap optimistik, menampakkan apresiasi terhadap hasil kerja yang bagus, mengenali kerja staf secara perseorangan, dan mencari sumber-sumber ide baru untuk staf, kepala sekolah mengetahui bawahan secara perseorangan dan meniadakan bentuk sanksi atas kesalahan mereka dalam rangka meningkatkan profesionalisasi serta menghargai pentingnya kunjungan kepala sekolah ke sekolah lain untuk mencari ide baru. Stimulasi intelektual, dimana dalam kepemimpinan transformasional seorang pemimpin akan melakukan stimulasi-stimulasi intelektual. Elemen kepemimpinan ini dapat dilihat antara lain dalam kemampuan kepala sekolah mendorong staf untuk selalu mengevaluasi kerja mereka dan selalu memikirkan isu lama dengan cara baru, mengembangkan wacana fleksibilitas dalam pekerjaan yang memberikan kebebasan kepada bawahan dan mendorong adanya kebiasaan mencoba sesuatu yang baru sebagai aktivitas pengembangan kreativitas diri.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengadakan penelitian dengan judul “ANALISIS GAYA KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL KEPALA SEKOLAH SERTA DAMPAKNYA TERHADAP MANAJEMEN INSTRUKSIONAL”. Penelitian ini difokuskan pada elemen kepemimpinan transformasional kepala sekolah yang mempengaruhi manajemen instruksional di sekolah. Penelitian semacam ini dianggap penting dilakukan pada saat ini dalam rangka mencari alternatif bentuk kepemimpinan di sekolah, dimana kepemimpinan di tingkat sekolah, yang dapat dinilai dari kinerja kepala sekolah, merupakan posisi yang strategis dalam keorganisasian sekolah, khususnya dalam rangka pelaksanaan manajemen berbasiskan sekolah.

Dua model yang dieksplorasi dalam penelitian ini adalah kepemimpinan transformasional dan manajemen instruksional. Karakteristik dari pengelolaan sekolah yang diformulasikan sebagai manajemen instruksional digunakan sebagai titik tolak pengenalan terhadap kepemimpinan transformasional kepala sekolah dalam pengelolaan sumberdaya dan proses belajar mengajar di sekolah.

Kompensasi dan Komitmen Karyawan

Sumber daya manusia sebagai aset yang harus ditingkatkan efisiensi dan produktivitasnya. Untuk mencapai hal tersebut, maka organisasi harus mampu menciptakan kondisi yang dapat mendorong dan memungkinkan karyawan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan serta ketrampilan yang dimiliki secara optimal. Salah satu upaya yang dapat ditempuh organisasi untuk menciptakan kondisi tersebut adalah dengan memberikan kompensasi yang memuaskan. Dengan memberikan kompensasi, organisasi dapat meningkatkan prestasi kerja, motivasi dan kepuasan kerja karyawan.
Pentingnya kompensasi sebagai salah satu indikator kepuasan dalam bekerja sulit ditaksir, karena pandangan-pandangan karyawan mengenai uang atau imbalan langsung nampaknya sangat subyektif dan barangkali merupakan sesuatu yang sangat khas dalam industri. Tetapi pada dasarnya adanya dugaan adanya ketidakadilan dalam memberikan upah maupun gaji merupakan sumber ketidakpuasan karyawan terhadap kompensasi yang pada akhirnya bisa menimbulkan perselisihan dan semangat rendah dari karyawan itu sendiri.

Kompensasi penting bagi karyawan sebagai individu karena besarnya kompensasi mencerminkan ukuran nilai karya mereka di antara karyawan itu sendiri, keluarga dan masyarakat. Kemudian program kompensasi juga penting bagi organisasi, karena hal itu mencerminkan upaya organisasi untuk mempertahankan sumber daya manusia yang dimilikinya atau dengan kata lain, agar karyawan mempunyai loyalitas dan komitmen yang tinggi pada organisasi.

Dari berbagai hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli perilaku menunjukkan bahwa faktor utama ketidakpuasan kerja karyawan adalah kompensasi yang tidak sesuai dengan harapan karyawan. Disamping itu adanya ketidakpuasan karyawan terhadap kompensasi yang diterima dapat menimbulkan perilaku negatif karyawan terhadap organisasi, yaitu menurunnya komitmen karyawan terhadap organisasi.

Kondisi ini menuntut suatu organisasi untuk mengembangkan performanya, dan hal itu harus didukung pula oleh karyawan yang profesional dan memiliki loyalitas serta dedikasi yang tinggi. Untuk mencapai hal tersebut, maka pemberian kompensasi yang memuaskan dapat mengurangi timbulnya turnover dan absenteeisme. Dengan meningkatkan komitmen karyawan pada organisasi dan melibatkan karyawan dalam kegiatan organisasi, maka hal ini akan dapat mengurangi adanya turnover dan absenteeisme.

Efek lain dari ketidakpuasan karyawan terhadap kompensasi adalah dampak psikologis yang dialami oleh karyawan yang ingin pindah dari organisasi. Keinginan tersebut tentunya tidak mudah untuk diwujudkan mengingat berbagai kondisi yang tidak atau kurang memungkinkan bagi karyawan untuk pindah dari satu perusahaan ke perusahaan lain, misalnya kondisi persaingan di pasar tenaga kerja yang semakin ketat, birokrasi serta aturan internal yang ada di dalam perusahaan itu sendiri. Akhirnya bentuk ketidakmampuan mereka untuk keluar tersebut diwujudkan dengan tidak peduli terhadap pekerjaan mereka serta tidak merasa bertanggung jawab terhadap kemajuan organisasi atau dengan kata lain, mempunyai komitmen yang rendah terhadap organisasi.

Hal ini tentu saja membawa dampak yang sangat tidak menguntungkan bagi perusahaan karena karyawan yang mempunyai komitmen yang rendah akan menghasilkan prestasi kerja dan produktivitas yang rendah pula. Kondisi karyawan yang seperti ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut karena dengan komitmen yang rendah, karyawan tidak bisa mencurahkan seluruh jiwa, perasaan dan waktu mereka untuk kemajuan organisasi yang pada akhirnya akan menyebabkan organisasi kehilangan daya saingnya. Oleh karena itu sikap karyawan atas kepuasan kerja dan komitmen pada organisasi telah menjadi kepentingan yang mendesak bagi ahli-ahli psikologis industri dan manajemen sumber daya manusia karena hal itu membawa dampak bagi perilaku karyawan pada organisasi.
Komitmen organisasi berkaitan dengan identifikasi dan loyallitas karyawan pada orgasnisasi dan tujuan-tujuannya. Kompensasi seringkali harus membuat organisasi harus introspeksi apalagi bila hal tersebut berakibat banyak karyawan yang mempunyai sikap tidak peduli lagi dengan masa depan organisasi serta tidak peduli lagi dengan lingkungan tempat kerjanya. Apabila hal tersebut dibiarkan terus berlanjut, tidak mustahil terjadi turnover yang tinggi sehingga organisasi harus mengeluarkan biaya yang tinggi untuk merekrut karyawan baru serta mentraining mereka. Salah satu cara untuk mengantisipasi hal tersebut adalah dengan pemberian kompensasi yang dapat memuaskan para karyawan, sehingga tercipta komitmen organisasi yang tinggi pada karyawan

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan

Budaya organisasi dapat membantu kinerja karyawan, karena menciptakan suatu tingkat motivasi yang luar biasa bagi karyawan untuk memberikan kemampuan terbaiknya dalam memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh organisasinya. Menurut Barney dalam Lado & Wilson 1994, nilai-nilai yang dianut bersama membuat karyawan merasa nyaman bekerja, memiliki komitmen dan kesetiaan serta membuat karyawan berusaha lebih keras, meningkatkan kinerja dan kepuasaaan kerja karyawan berusaha lebih keras, meningkatkan kinerja dan kepuasan kerja karyawan serta mempertahankan keunggulan kompetitif.

Dalam rangka mewujudkan budaya organisasi yang cocok diterapkan pada sebuah organisasi, maka diperlukan adanya dukungan dan partisipasi dari semua anggota yang ada dalam lingkup organisasi tersebut. Para karyawan membentuk persepsi keseluruhan berdasarkan karakteristik budaya organisasi yang antara lain meliputi inovasi, kemantapan, kepedulian, orientasi hasil, perilaku pemimpin, orientasi tim, karakteristik tersebut terdapat dalam sebuah organisasi atau perusahaan mereka. Persepsi karyawan mengenai kenyataan terhadap budaya organisasinya menjadi dasar karyawan berperilaku. Dari persepsi tersebut memunculkan suatu tanggapan berupa dukungan pada karakrteristik organisasi yang selanjutnya mempengaruhi kinerja karyawan ( Robbins; 1996).

Untuk mengetahui seberapa baik kinerja karyawan apakah telah sesuai dengan budaya organisasi maka perlu diadakan penilaian kinerja. Adapun tujuan­-tujuan dari program penilaian kinerja menurut Oberg (1998) yaitu mendorong atau menolong para supervisor untuk mengamati bawahannya secara lebih dekat untuk melakukan pekerjaan secara lebih baik. Memotivasi para karyawan dengan memberikan umpan balik tentang bagaimana cara mereka bekerja. Memberikan dukungan untuk pembuatan keputusan bagi pimpinan yang berhubungan dengan peningkatan, pemindahan dan pemecahan. Beberapa masalah nyata dari sistem penilaian kinerja sehingga belum berjalan sebagaimana mestinya berkaitan dengan: kurangnya kesepakatan tentang aspek-aspek kinerja yang akan diukur, tidak realistisnya harapan yang diukur menjadi tujuan dan dapat dihitung, dan kegagalan menggunakan hasil penilaian sebagai dasar penting pembuatan keputusan bagi pengembangan sumber daya mamisia.

Menurut Schein (1996) kegagalan yang paling mencolok dari sistem penilaian kinerja adalah karena sistem yang sangat sederhana tidak mengakui realitas pekerjaan dan budaya organisasi. Seharusnya, penilaian kinerja dikaitkan dengan budaya organisasi sehingga dapat digunakan sebagai alat untuk mengungkapkan seberapa baik karyawan berkinerja sesuai dengan budaya organisasi. Sistem penilaian kinerja dapat membantu menemukan dan merumuskan aspek-aspek penting dari budaya dengan spesifikasi perilaku dan kompetensi yang dieprhikan untuk menyumbang keberhasilan organisasi, unit, kelompok, atau posisi. Jadi, sistem penilaian yang baik seharusnya digunakan sebagai alat untuk mengungkapkan, mempengaruhi dan memperkuat budaya organisasi.

Pentingnya Kompensasi Bagi Pengembangan Sumberdaya Manusia

Sumber daya manusia sebagai salah satu unsur yang sangat menetukan keberhasilan organisasi, di sisi lain juga sebagai makhluk yang mempunyai pikiran, perasaan, kebutuhan dan harapan-harapan tertentu. Hal ini sangat memerlukan perhatian tersendiri karena faktor-faktor tersebut akan mempengaruhi prestasi, dedikasi dan loyalitas serta kecintaan terhadap pekerjaan dan organisasinya.

Keadaan ini menciptakan sumber daya manusia sebagai aset yang harus ditingkatkan efisiensi dan produktivitasnya. Untuk mencapai hal tersebut, maka organisasi harus mampu menciptakan kondisi yang dapat mendorong dan memungkinkan karyawan untuk mengembangkan dan meningkatkan kemampuan serta ketrampilan yang dimiliki secara optimal. Salah satu upaya yang dapat ditempuh organisasi untuk menciptakan kondisi tersebut adalah dengan memberikan kompensasi yang memuaskan. Dengan memberikan kompensasi, organisasi dapat meningkatkan prestasi kerja, motivasi dan kepuasan kerja karyawan.

Pentingnya kompensasi sebagai salah satu indikator kepuasan dalam bekerja sulit ditaksir, karena pandangan-pandangan karyawan mengenai uang atau imbalan langsung nampaknya sangat subyektif dan barangkali merupakan sesuatu yang sangat khas dalam industri. Tetapi pada dasarnya adanya dugaan adanya ketidakadilan dalam memberikan upah maupun gaji merupakan sumber ketidakpuasan karyawan terhadap kompensasi yang pada akhirnya bisa menimbulkan perselisihan dan semangat rendah dari karyawan itu sendiri.

Kompensasi penting bagi karyawan sebagai individu karena besarnya kompensasi mencerminkan ukuran nilai karya mereka di antara karyawan itu sendiri, keluarga dan masyarakat. Kemudian program kompensasi juga penting bagi organisasi, karena hal itu mencerminkan upaya organisasi untuk mempertahankan sumber daya manusia yang dimilikinya atau dengan kata lain, agar karyawan mempunyai loyalitas dan komitmen yang tinggi pada organisasi.

Analisis Gaya Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja Pada Kantor Kecamatan Balongpanggang Kebupaten Gresik

Latar belakang penelitian ini didasarkan pada pemikiran bahwa Struktur Inisiasi (Perilaku Tugas) dan Struktur Konsiderasi (Perilaku Hubungan) yang merupakan variabel-variabel dari gaya kepemimpinan yang sangat penting artinya bagi kepuasan kerja karyawan. Penelitian yang dilakukan pada Kantor Kecamatan Balongpanggang Kabupaten Gresik Tahun 2005 ini bertujuan mengetahui seberapa besar pengaruh perilaku tugas dan perilaku hubungan terhadap kepuasan kerja karyawan.
Untuk menguji hipotesa penelitian ini menggunakan Analisis Regresi Ganda, Uji-F, Koefisien Determinasi Berganda (R2), Uji-T, Keseluruhan Analisis menggunakan Program Komputer SPSS 10.01
Gaya kepemimpinan yang berkaitan dengan pertama Perilaku Tugas dengan indikator antara lain : Penetapan tujuan yang harus dicapai, prosedur kerja yang harus dilakukan, pembagian tugas dan jadwal tugas, teknik dalam melakukan pekerjaan, batas waktu penyelesaian tugas, laporan hasil pekerjaan, kedua Perilaku Hubungan dengan indikator antara lain : Memberi dukungan moril, memberi motivasi, memberi kesempatan mengutarakan pendapat, menciptakan suasana komunikasi, memperhatikan keluhan yang dirasakan dalam pelaksanaan pekerjaan, melakukan koreksi terhadap hasil kerja, dan yang ketiga variabel kepuasan kerja dengan indikator antara lain : Puas dengan pekerjaannya, puas dengan teman kerja, puas terhadap upah yang diterima (gaji), puas terhadap keamanan lingkungan kerja, puas dengan jaminan keselamatan kerja, puas terhadap kebijakan promosi, puas terhadap pengawasan atasan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara bersama-sama terdapat pengaruh yang signigikan antara perilaku tugas dan perilaku hubungan dengan kepuasan kerja karyawan sebesar 70.2 % terhadap perubahan variabel Y, sedangkan sisanya 29.8 % variabel Y dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak dibahas dalam penelitian ini. Temuan dalam penelitian ini dapat pula dikemukakan diantara variabel yang diteliti, yaitu variabel perilaku tugas 23.9 % menyebabkan peningkatan pada variabel kepuasan kerja karyawan sedangkan variabel hubungan 47.2 % menyebabkan peningkatan pada variabel kepuasan kerja karyawan.

Analisis Variabel – Variabel Bauran Pemasaran Yang Mempengaruhi Mahasiswa Dalam Memilih Program Pascasarjana

Pembangunan pendidikan adalah upaya mewujudkan amanat Pembukaan UUD 1945, yaitu memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia. Sesuai dengan UUD 1945 pasal 27, pendidikan merupakan hak setiap warga negara Indonesia dimana pelaksanaannya diselenggarakan melalui Sistem Pendidikan Nasional, yang menyatakan bahwa masyarakat sebagai mitra pemerintah berkesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan serta dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Salah satu wujud dari penyelenggaraan pendidikan nasional adalah adanya perguruan tinggi.
Penelitian dengan judul analisis variabel-variabel bauran pemasaran yang memepengaruhi perilaku mahasiswa dalam memilih program pasca sarjana, yang dilakukan terhadap mahasiswa program pasca sarjana Universitas Islam Kadiri, bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan hubungan masing-masing unsur bauran pemasaran secara parsial dan bersama-sama, serta yang paling dominan terhadap keputusan mahasiswa dalam program pasca sarjana. Untuk tujuan tersebut penulis telah melaksanakan riset dengan mengambil obyek mahasiswa program pasca sarjana Universitas Islam Kadiri.
Permasalahan yang diambil dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh dan hubungan bauran pemasaran terhadap keputusan mahasiswa dalam memilih program pasca sarjana, dan solusi dari masalah tersebut adalah dengan menganalisa pengaruh dan hubungan bauran pemasaran dengan keputusan mahasiswa dalam memilih program pasca sarjana dengan menggunakan metode analisis regresi berganda dengan melalui Uji Normalitas, Uji Heteroskedastisitas, Uji Autokorelasi, Uji Multikolinealitas, disertai pengujian hipotesa dengan menggunakan pengujian Uji F dan Uji t, terhadap data yang diperoleh melalui kuesioner dari 35 responden.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa variable bauran pemasaran yang terdiri dari produk, harga, tempat, promosi, orang, proses, dan bukti fisik secara bersama-sama berpengaruh terhadap keputusan mahasiswa dalam memilih program pasca sarjana, dan secara parsial seluruh variable mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap keputusan nasabah dalam memilih perusahaan asuransi jiwa. Dan variable yang mempunyai pengaruh yang paling dominan terhadap keputusan nasabah dalam memilih perusahaan asuransi jiwa adalah variable people.

 

sumber : http://ilmiahmanajemen.blogspot.com/2008/05/analisis-variabel-variabel-bauran.html

POLA MEKANISME EFEKTIF PENYALURAN KOMPENSASI PENGURANGAN SUBSIDI BAHAN BAKAR MINYAK (PKPS-BBM) BAGI MASYARAKAT MISKIN PEDESAAN



(Studi  di Wilayah Kecamatan Ngajum  Kabupaten Malang-Jawa Timur) [1]
Penulis: Oman Sukmana[2]
(Tahun 2005, 56 Halaman)


ABSTRAK


      Penelitian ini berkaitan dengan bagaimana pola mekanisme efektif Penyaluran dana Kompensasi Pengurangan Subsidi  BBM (PKPS-BBM) bagi masyarakat miskin di pedesaan. Fokus kajian diarahkan kepada program-program kompensasi yang ditujukan bagi masyarakat miskin di pedesaan khusunya program Bantuan Langsung Tunai (BLT). Selain itu, peneliti juga akan melakukan kajian dan evaluasi terhadap pelaksanaan program subsidi kompensasi BBM yang telah dilaksanakan sebagai bahan komparasi. Secara khusus masalah penelitian dirinci sebagai berkitu: (1)   Bagaimanakah pelaksanaan program subsidi dana BBM bagi masyarakat miskin pedesaan yang telah dilakukan pemerintah ?; (2) Bagaimanakah pola mekanisme yang efektif, efisien, dan tepat sasaran dalam program penyaluran dana subsidi BBM bagi masyarakat miskin pedesaan?; dan (3) Bagaimanakah pola mekanisme pengawasan dan evaluasi pelaksanaan program penyaluran dana subsidi BBM bagi masyarakat miskin pedesaan?
     Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data utama yang dilakukan adalah wawancara mendalam (indeepth interview) dan Focus Group Discussion (FGD) terhadap mata rantai program, termasuk para pelaksana program, penerima program, dan masyarakat bukan penerima program seperti LSM serta tokoh masyarakat lainnya. Sumber data akan digali dari: (1) kelompok masyarakat miskin penerima program dana subsidi kompensasi BBM; (2) kelompok masyarakat non-penerima program dana subsidi kompensasi BBM: tokoh masyarakat, LSM; (3) kelompok pelaksana program baik pemerintah maupun pihak pelaksana yang ditunjuk. Sedangkan teknik penentuan informan berdasarkan teknik snawball, yaitu mereka yang terlibat dan memahami tentang program penyaluran dana subsidi kompensasi BBM, seperti pakar perguruan tinggi, dsb.
 Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
(1)   Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yaitu berupa pemberian subsidi langsung dalam bentuk uang tunai  kepada setiap Keluarga Miskin (Gakin) sebesar Rp 100.000,- (Seratus ribu rupiah) untuk masa waktu 12 bulan (1 tahun).
(2)    Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Malang dan data dari kantor Kecamatan Ngajum, jumlah Keluarga Miskin (Gakin) yang oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Malang berdasarkan hasil pendataan Keluarga Miskin (Gakin) adalah sebanyak 3.466 KK/Ruta. Sedangkan jumlah Keluarga Miskin yang disetujui untuk  menerima Kartu Kompensasi BBM (KKB) di Kecamatan Ngajum adalah sebanyak 3.423 Kepala Keluarga/ Rumah Tangga (Ruta).
(3)   Berdasarkan hasil masukan dari masyarakat dan setelah dilakukan pendataan ulang oleh BPS, di Kecamatan Ngajum terdapat 1.480 KK yang termasuk Keluarga Miskin (Gakin) yang belum mendapatkan subsidi BLT, sehingga diusulkan untuk memperoleh KKB pada tahap ke-2.
      (4) Dari berbagai informasi yang dikumpulkan, terdapat beberapa hal yang dapat dicatat berkaitan dengan program BLT, sebagai berikut:
(a)       Masyarakat miskin (Gakin) merasa senang menerima dana BLT, sebesar Rp 300.000,-. Bahkan ada informan penerima dana BLT yang menyatakan bahwa dia baru memegang lagi uang sebesar Rp 300.000,-, setelah selama dua tahun terakhir ini tidak pernah memegangnya.
(b)      Di kecamatan Ngajum, dana BLT diserahkan secara langsung kepada ibu-ibu, bukan kepada bapak-bapak.
(c)       Dana BLT dibelikan untuk keperluan hidup keluarga berupa Sembako dan kebutuhan-kebutuhan primer lainnya.
(d)      Dana BLT dapat membantu keluarga miskin dalam meringankan beban hidup keluarga, meskipun tidak cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan keluarga.
(5) Kebijakan pemerintah memberikan subsidi berupa BLT sebesar Rp 100.000,- per-bulan kepada keluarga miskin (Gakin) dinilai oleh sebagian masyarakat sebagai kebijakan yang kurang baik.
(6) Pelaksanaan Penyaluran dana Kompensasi Pengurangan Subsidi  BBM (PKPS-BBM) dinilai masih banyak kelemahan dan kekurangan. Oleh karena itu perlu diadakan penyempurnaan.



*****





ABSTRACT

The Writer: Oman Sukmana
(Year 2005, 56 page)


      The orientation of this research intends to analysis about how the effective mechanism of the “Penyaluran Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM (PKPS-BBM) program” for rural poor society. The focus of this research is oriented to the spplicstion snd evslustion of the PKPS-BBM program, especially on Bantuan Langsung Tunai (BLT) program. The research problems are : (1) how the realizaztion of the PKPS-BBM program for rural poor society; (2) how the effective mechanisme realization of the PKPS-BBM program for rural poor society; and (3) how the control mecanism of the PKPS-BBM program realization.
      Subject research was choose by purvosive technique, that are: (1) the rural poor society who is receive the PKPS-BBM program; (2) the society key person and  the NGO activist; and (3) the local government. Data collecting technique used indepth interview, FGD, and observation. Data analysis technique was used Quliative Descriptive  Technique.
      The conclusion of the research is indicate that realization process of the PKPS-BBM program, especially about Bantuan Langsung Tunai (BLT) program realizaztion is not effective.


*****


A.    Pendahuluan
      Pola subsidi BBM yang selama ini diterapkan pemerintah, ternyata sebesar 60% telah salah sasaran. Subsidi yang melekat pada BBM lebih banyak dinikmati oleh mereka yang berdaya  beli tinggi, yaitu masyarakat tergolong mampu. Oleh karena itu pemerintah membuat kebijakan program pengalihan subisdi BBM langsung kepada masyarakat miskin, yaitu berupa program penyaluran dana subsidi kompensasi BBM. Agar dana subsidi kompensasi BBM ini tepat sasaran, maka perlu dibuat pola mekanisme yang efektif dan efisien dalam penyalurannya. Oleh karena itu kajian tentang bagaimana pola mekanisme efektif penyaluran dana subsidi kompensisi  BBM bagi rakyat miskin sangat penting.
       Fokus permasalahan penelitian yang akan diteliti adalah mengenai identifikasi dan evaluasi pelaksanaan  Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM) tahun 2005 dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin serta mengkaji tentang pola mekanisme yang efektif dalam penyaluran program subsidi BBM. Secara khusus penelitian masalah penelitian dirinci sebagai berkitu:
(1)   Bagaimanakah pelaksanaan program subsidi dana BBM bagi masyarakat miskin pedesaan yang telah dilakukan pemerintah ?
(2)      Bagaimanakah pola mekanisme yang efektif, efisien, dan tepat sasaran dalam program penyaluran dana subsidi BBM bagi masyarakat miskin pedesaan?
(3)      Bagaimanakah pola mekanisme pengawasan dan evaluasi pelaksanaan program penyaluran dana subsidi BBM bagi masyarakat miskin pedesaan?

     Target hasil penelitian adalah berupa konsep dasar tentang pola mekanisme yang efektif, efisien, dan tepat sasaran dalam program penyaluran dana subsidi kompensasi BBM kepada masyarakat miskin khususnya di pedesaan.  Secara terinci hasil yang ditargetkan berupa:
(1)      Pola mekanisme yang efektif, efisien, dan tepat sasaran dalam program penyaluran dana subsidi BBM bagi masyarakat miskin pedesaan.
(2)      Pola mekanisme pengawasan dan evaluasi pelaksanaan program penyaluran dana subsidi BBM bagi masyarakat miskin pedesaan.

B.     Tinjauan Pustaka
1. Program Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM Tahun 2005
      Sebagai konsekuensi pencabutan subsidi BBM, maka pemerintah pada tahun 2005 mengeluarkan kebijakan berupa program kompensasi pengurangan subsidi BBM bagi masyarakat miskin. Jumlah  dana yang disediakan untuk program kompensasi pengurangan subsidi BBM bagi masyarakat miskin pada tahun 2005 ini adalah sebesar Rp 13.489 trilyun.
      Program kompensasi pengurangan subsidi BBM bagi masyarakat miskin pada tahun 2005 meliputi 3 program yaitu: bidang pendidikan, bidang kesehatan, dan bidang infrastruktur pedesaan. Selain itu pemerintah juga memberikan dana bagi masyarakat miskin dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebesar Rp 100.000,- untuk setiap Kepala Keluarga miskin dalam jangka waktu 12 bulan.
      Untuk Bidang pendidikan dialokasikan dana sebesar Rp 6,27 Trilyun untuk pemberian biaya operasional sekolah  dalam rangka penuntasan wajib belajar sembilan tahun (untuk tingkat SD/MI, SLTP/MTs dan salafiyah yang sederajat) dan beasiswa reguler untuk tingkat SMA/SMK/MA, serta menjamin siswa miskin tetap sekolah. PKPS BBM bidang pendidikan ini diarahkan untuk mensukseskan program wajib belajar 9 tahun dengan memberikan Bantuan Operasional sekolah (BOS). Isu yang beredar di masyarakat bahwa dengan dana PKPS BMM sekolah akan digratiskan, yang benar adalah Sekolah Gratis Terbatas. Artinya sekolah masih diperbolehkan memungut biaya tambahan apabila BOS yang diterima dari pemerintah lebih kecil dari BOS yang selama ini dibutuhkan.
      Untuk bidang kesehatan, dialokasikan dana sebesar Rp 3,87 Trilyun untuk pemberian pelayanan kesehatan gratis di Puskesmas dan jaringannya, serta pelayanan kesehatan di Rumah Sakit pemerintah dan swasta yang ditunjuk di kelas III. Pelayanan kesehatan gratis diberikan kepada penduduk/keluarga miskin meliputi: rawat jalan tingkat pertama, rawat inap tingkat pertama dan pelayanan gawat darurat di Puskesmas, serta rawat jalan tingkat lanjutan dan rawat inap tingkat lanjutan di ruang kelas III di Rumah Sakit pemerintah dan Rumah sakit swasta yang ditunjuk.
      PKPS BBM bidang Kesehatan tahun 2005 berupa Jaminan Pelayanan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin (JPKMM). Mekanisme pelaksanaannya melalui asuransi kesehatan dengan premi Rp 5000,-/jiwa/bulan, sehingga setiap keluarga miskin dengan 3 anak dianggarkan dana sebesar Rp 300.000,- pertahun. Penetapan sasaran JPKMM dilaksanakan oleh aparat desa, bidan, PLKB dan tokoh masyarakat (seperti PKK).
      Untuk bidang infrastruktur pedesaan, dialokasikan dana sebesar Rp 3,34 Trilyun yang difokuskan kepada desa, terutama desa tertinggal yang membutuhkan penyediaan, peningkatan dan perbaikan di bidang prasarana jalan dan jembatan perdesaan, prasarana irigasi perdesaan dan prasarana air bersih di perdesaan. PKPS BBM bidang infrastruktur perdesaan tahun 2005 berupa pembangunan infratruktur di desa-desa tertinggal. Isunya adalah kecemburuan sosial yang mungkin muncul karena ada sejumlah desa yang tidak masuk criteria untuk mendapatkan bantuan.

2. Pengertian Kemiskinan
    Sampai sejauh ini, kemiskinan bukan istilah baru yang aneh. Kemiskinan juga bukan lagi sesuatu yang abstrak sifatnya, melainkan sudah berwujud yang bisa diterjemahkan ke dalam berbagai pengertian umum di masyarakat. Masyarakat tidak pernah menyangkal, justru semakin disepakati bahwa kemisinan itu ada.
      Di Indonesia, seluruh lapisan masyarakat mulai dari kalangan birokrat di tingkat atas sampai masyarakat biasa di tingkat desa, mengakui keberadaan kemiskinan. Kondisi itu merupakan sebuah persoalan yang mengandung banyak dimensi yang menuntut pemecahannya melalui berbagai pendekatan. Seperti yang dikemukakan Heru Nugraha (dalam Jamasy, 2004) bahwa kemiskinan telah melibatkan faktor ekonomi, sosial, budaya, dan tentu juga politik. Sehingga tidaklah mengherankan apabila kesulitan akan timbul ketika fenomena kemiskinan diobjektifkan (dikuantifikasi) dalam bentuk angka-angka, seperti halnya dalam pengukuran dan penentuan garis batas kemiskinan yang hingga kini masih menjadi perdebatan.
      Sejak jaman sebelum kemerdekaan, Indonesia sudah dihadapkan dengan persoalan kemiskinan, dan sekarang pun dimana usia kemerdekaan sudah berlangsung lebih kurang 59 tahun, kemiskinan masih menduduki prioritas utama dalam proses pembangunan.
      Menghadapi kondisi seperti ini, Gunawan Sumodiningrat (dalam Jamasy, 2004) menegaskan kepada seluruh pemerhati persoalan kemiskinan, bahwa tidak ada alasan lain yang lebih tepat untuk dikemukakan kecuali bahwa kemiskinan dan kesenjangan masih merupakan masalah utama dalam pembangunan di Indonesia.
      Kemiskinan dalam berbagai tampilan wajahnya, telah memberikan dampak kepada perorangan, kepada keluarga, dan kepada lembaga. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa yang paling esensial adalah kemiskinan selalu bermula dari kondisi perorangan, apakah dia sebagai manusia perorangan, sebagai anggota lembaga keluarga, atau sebagai anggota dari sebuah lembaga tertentu.
      Kendati kemiskinan melekat kepada individu/perorangan, namun bukan berarti semata-mata adalah tanggung jawab individu, melainkan harus menjadi pekerjaan seluruh komponen negara (bangsa), atau yang lazim belakangan ini disebut dengan stakeholders (seluruh elemen masyarakat mulai dari lembaga  birokrat/aparat pemerintahhan, lembaga swasta, dan sampai kepada seluruh lapisan masyarakat). Kemiskinan termasuk pada permasalahan sosial, tetapi apa yang menyebabkannya dan bagaimana mengatasinya tergantung pada ideologi yang dipergunakan. Jelas bahwa kemiskinan adalah persoalan besar yang harus segera diatasi.
      Kalangan pemerhati masalah kemiskinan telah mencoba memilah kemiskinan ke dalam empat bentuk, di mana masing-masing bentuk mempunyai arti tersendiri. Keempat bentuk tersebut, yaitu kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, kemiskinan struktural, dan kemiskinan kultural.
      Kemiskinan absolut, yaitu apabila tingkat pendapatannya di bawah garis kemiskinan, atau sejumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan minimum, antara lain kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja.
      Kemiskinan relatif, adalah kondisi di mana pendapatannya berada pada posisi di atas garis kemiskinan, namun relatif lebih rendah dibanding pendapatannya masyarakat sekitarnya.
      Kemiskinan struktural adalah kondisi atau situasi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan pada pendapatan.
      Kemiskinan kultural karena mengacu kepada persoalan sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha untuk memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif, meskipun ada usaha dari pihak luar untuk membantunya.
      Perkembangan terakhir, kemiskinan struktural banyak disorot sebagai penyebab tumbuh dan berkembangnya ketiga kemiskinan yang lain, yalni: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, dan kemiskinan kultural.
      Keempat bentuk kemiskinan di atas tidak perlu disembunyikan, justru harus dipandang sebagai alat untuk mengukur kondisi aktual dari kemiskinan yang selama ini berada di sekitar kita. Mereka yang miskin saat ini ada yang tersebar di perkotaan dan ada pula yang di pedesaan.
      Biro Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa pada tahun 1996 jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 22,5 juta orang, pada tahun 1998 jumlahnya naik tajam menjadi sebanyak 79,5 juta orang dan sebagian besar (56,8 juta jiwa berada di pedesaan). Kemudian menurut sumber lain (Kompas, 8 November 2001), J. Kassum, Wakil Presiden Bank Dunia untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik, telah mengumumkan bahwa kurang lebih tiga per lima (60%) penduduk Indonesia saat ini hidup di bawah garis kemiskinan absolut (extreme proverty). Sedangkan menurut Yaumil Agoes Achir (Kompas, 28 Desember 2001), Kepala Badan Koordinasi Kesejahteraan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), menyatakan bahwa 40 persen dari total penduuk Indonesia yang berjumlah 210 juta jiwa, tergolong dalam penduduk miskin dan masih hidup pada tingkat prasejahtera.

 

3. Dimensi-Dimensi Kemiskinan

    Kemiskinan bukan saja berurusan dengan persoalan ekonomi tetapi bersifat multidimensional karena dalam kenyataannya  juga berurusan dengan persoalan-persoalan non-ekonomi ( sosial, budaya, dan politik ). Karena sifat multidimensional tersebut maka kemiskinan tidak hanya berurusan dengan kesejahteraan sosial ( social well-being ). Untuk mengejar seberapa jauh seseorang memerlukan kesejahteraan materi dapat diukur secara kuantitatif dan obyektif seperti dalam mengukur kemiskinan absolut yaitu ditunjukan dengan angka rupiah. Namun untuk memahami berapa besar kesejahteraan sosial yang harus dipenuhi oleh seseorang ukurannya menjadi sangat relatif dan kuantitatif. Dalam butir ini yang dipersoalkan bukan berapa besar ukuran kemiskinan tetapi dimensi-dimensi apa saja yang terkait dalam gejala kemiskinan tersebut ( Ellis, G.P.R, 1984 ).
      Pertama, yang paling jelas bahwa kemiskinan berdimensi ekonomi atau material. Dimensi ini menjelma dalam berbagai kebutuhan dasar manusia yang sifatnya material, yaitu seperti pangan, sandang, perumahan, kesehatan, dan lain-lain. Dimensi ini dapat diukur dalam rupiah  meskipun harganya akan selalu berubah-ubah setiap tahunnya tergantung dari tingkat inflasi rupiah itu sendiri.
      Kedua, kemiskinan berdimensi sosial dan budaya. Ukuran kuantitatif kurang dapat dipergunakan untuk memahami dimensi ini sehingga ukuran sangat bersifat kualitatif. Lapisan yang secara ekonomis miskin akan membentuk kantong-kantong kebudayaan yang disebut budaya kemiskinan demi kelangsungan hidup. Budaya kemiskinan ini dapat ditunjukkan dengan terlembaganya nilai-nilai seperti apatis, apolitis, fatalistik, ketidakberdayaan dll. Untuk itu serangan terhadap kemiskinan sama artinya pula dengan pengikisan budaya ini. Apabila budaya ini tidak dihiliangkan maka kemiskinan ekonomik juga sulat ditanggulangi.
      Ketiga, kemiskinan berdimensi struktural atau politik artinya orang yang mengalami kemiskinan ekonomi pada hakekatnya karena mengalami kemiskinan struktural atau politis. Kemiskinan ini terjadi karena orang miskin tersebut tidak memiliki sarana untuk terlibat dalam proses politik, tidak memiliki kekuatan politik, sehingga menduduki struktur sosial paling bawah. Ada asumsi yang menegaskan bahwa orang yang miskin secara structural atau politis akan berakibat pula miskin alam material ( ekonomi ). Untuk itu langkah pengentasan kemiskinan apabila ingin efektif juga harus mengatasi hambatan-hambatan yang sifatnya structural dan politis.
      Dimensi-dimensi kemiskinan ini pada hakekatnya merupakan gambaran bahwa kemiskinan bukan hanya dalam artian ekonomi, tetapi memperhatikan prioritas, namun bersamaan dengan itu seyogyanya juga mengejar terget membatasi kemiskinan non-ekonomi. Ini sejalan dengan pergeseran strategi pembangunan nasional, bahwa yang dikejar bukan semata-mata pertumbuhan ekonomi tetapi juga pembangunan kualitas manusia seutuhnya ( sosial, budaya, dan politik ).

C.   Tujuan & Manfaat Penelitian
      Fokus permasalahan penelitian yang akan diteliti adalah mengenai identifikasi dan evaluasi pelaksanaan program Penyaluran Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM) khususnya dalam bentu program Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin serta mengkaji tentang pola mekanisme yang efektif dalam penyaluran program subsidi BBM.
Secara khusus tujuan penelitian dirinci sebagai berkitu:
(1)   Bagaimanakah pelaksanaan program subsidi dana BBM bagi masyarakat miskin pedesaan yang telah dilakukan pemerintah ?
(2)  Bagaimanakah pola mekanisme yang efektif, efisien, dan tepat sasaran dalam program penyaluran dana subsidi BBM bagi masyarakat miskin pedesaan?
(3)      Bagaimanakah pola mekanisme pengawasan dan evaluasi pelaksanaan program penyaluran dana subsidi BBM bagi masyarakat miskin pedesaan?

      Sedangkan manfaat penelitian ini adalah memberikan gambaran dan informasi berupa konsep dasar tentang pola mekanisme yang efektif, efisien, dan tepat sasaran dalam program penyaluran dana subsidi kompensasi BBM kepada masyarakat miskin khususnya di pedesaan.  Secara terinci manfaat penelitian adalah meliputi gambaran dan informasi tentang:
(1)   Pola mekanisme yang efektif, efisien, dan tepat sasaran dalam program penyaluran dana subsidi BBM bagi masyarakat miskin pedesaan.
(2)   Pola mekanisme pengawasan dan evaluasi pelaksanaan program penyaluran dana subsidi BBM bagi masyarakat miskin pedesaan


D.    Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
     Pada dasarnya penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu suatu model penelitian yang berusaha untuk membuat gambaran/paparan dan menggali secara cermat serta mendalam tentang fenomena sosial tertentu tanpa melakukan intervensi dan hipotesis. Metode penelitian utama yang digunakan adalah kualitatif, akan tetapi untuk melengkapi analisis akan ditampilkan dan diperkuat   pula dengan data-data yang bersifat kuantitatif, dengan pemahaman bahwa penelitian ini menggunakan paradigma kualitatif yang dilengkapi dan diperkuat dengan data kuantitatif.  Analisa kualitatif yang digunakan adalah deskriptif-induktif, sedangkan data kuantitatif  yang digunakan adalah prosentase dalam bentuk tabulasi.

2. Penentuan Lokasi Penelitian

      Lokasi penelitian ditentukan secara purposive atau dipilih secara sengaja. Karakteristik wilayah penelitian yang dipilih sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu suatu wilayah lingkungan pedesaan. Lokasi penelitian adalah masyarakat miskin pedesaaan di wilayah Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang.

3.  Penentuan Subjek dan Informan Penelitian
      Populasi penelitian adalah masyarakat pedesaan di wilayah kecamatan Pujon, kabupaten Malang. Subjek penelitian ditentukan secara purposive, yaitu: (1) kelompok keluarga miskin (Gakin) penerima program dana subsidi kompensasi BBM dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT); (2) kelompok masyarakat non-penerima program dana subsidi kompensasi BBM: tokoh masyarakat, LSM.; (3) kelompok pelaksana program baik pemerintah maupun pihak pelaksanan yang ditunjuk. Sedangkan teknik penentuan informan berdasarkan teknik snawball, yaitu mereka yang terlibat dan memahami tentang program penyaluran dana subsidi kompensasi BBM, seperti pakar perguruan tinggi, dsb.
4.  Metode Penelitian
      Dalam penelitian ini, secara garis besar proses pengumpulan data menggunakan 4 (empat) metode pokok yang saling berkaitan dan melengkapi, yaitu :
a.       Rural Community Appraisal (RCA)
      Suatu metode yang digunakan pada saat studi pendahuluan terhadap komunitas masyarakat pedesaan, yaitu masyarakat pedesaan yang tergolong desa miskin. Peneliti menentukan masyarakat miskin yang diteliti adalah keluarga miskin (Gakin) di wilayah kecamatan Ngajum, kabupaten Malang.
b.      Focus Group Discussion Technique (FGDT)
Penggunaan berbagai forum kelompok primer dalam masyarakat sebagai media diskusi terfokus mengenai realitas sosial berkaitan dengan program penyaluran dana subsidi kompensasi BBM. FGD melibatkan para kelompok penerima program, tokoh masyarakat, staf pemerintahan Kecamatan Ngajum, dan petugas BPS. Diskusi dilaksanakan di kantor BPS Kabupaten Malang dan kantor Kecamatan Ngajum.
c.  Indeept Interview
      Teknik wawancara mendalam akan dilakukan baik terhadap subjek maupun responden kunci, yaitu: (1) kelompok masyarakat miskin penerima program dana subsidi kompensasi BBM; (2) kelompok masyarakat non-penerima program dana subsidi kompensasi BBM: tokoh masyarakat, LSM; (3) kelompok pelaskana program baik pemerintah maupun pihak pelaksanan yang ditunjuk; dan (4) informan.
d.      Survey
     Adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan. Pertanyaan yang diajukan meliputi hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan program PKPS-BBM untuk BLT di Kecamatan Ngajum.
Selanjutnya proses pengumpulan data sebagai berikut :
    
        Sasaran Penelitian                                   Teknik Pengumpulan Data
    1. Karakteristik  Masyarakat                    1. Observasi Langsung
        Pedesaan                                               2. RCA
    2. Poses Pelaksanaan  Subsidi                 1. Survey
        BBM                                                   2. FGDT
                                                                           3. Indept Interview
     3. Information Controll                           1. Indept Interview

5.         Teknik Analisa Data

       Secara umum penelitian akan menggambarkan/mendeskripsikan fenomena yang muncul secara objektif tanpa melakukan intervensi terhadap objek. Karena data berupa deskripsi, maka data yang dianalisis adalah data kualitatif dan data-data yang merupakan data kuantitatif berfungsi sebagai pelengkap analisis untuk membantu memperjelas pendeskripsian data kualitatif.
        Sesuai dengan tujuan penelitian, maka untuk data kuantitatif (data-data yang dapat dikategorikan dalam bentuk angka-angka) analisis yang digunakan antara lain berupa persentase, tabulasi frekuensi ataupun cross tabulasi. Sedangkaan untuk data kualitatif disajikan dalam bentuk deskripsi induktif.
       
6. Jadwal dan Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan  selama 6 (enam) bulan, yaitu mulai bulan Pebruari sampai dengan bulan Juli 2005, dengan alokasi penggunan waktu meliputi: bulan ke-1 dan ke-2 digunakan untuk persiapan, bulan ke-3 dan ke-4 digunakan untuk penelitian, dan bulan ke-5 dan ke-6 digunakan untuk proses penyelesaian.




E.   Hasil Penelitian
      Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut:
1.  Gambaran Pelaksnaan Program PKPS-BBM bdalam bentuk BLT di Kecamatan Ngajum:
(a) Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yaitu berupa pemberian subsidi langsung dalam bentuk uang tunai  kepada setiap Keluarga Miskin (Gakin) sebesar Rp 100.000,- (Seratus ribu rupiah) untuk masa waktu 12 bulan (1 tahun), terhitung mulai bulan Oktober 2005 sampai dengan bulan September 2006. Proses pencairan dana BLT dilakukan dalam 4 tahap pencairan, dimana Keluarga Miskin (Gakin) setiap tahap pencairannya menerima dana BLT sebesar Rp 300.000,- (Tiga ratus ribu rupiah).
(b)      Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Malang dan data dari kantor Kecamatan Ngajum, jumlah Keluarga Miskin (Gakin) yang oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Malang berdasarkan hasil pendataan Keluarga Miskin (Gakin) adalah sebanyak 3.466 KK/Ruta. Sedangkan jumlah Keluarga Miskin yang disetujui untuk  menerima Kartu Kompensasi BBM (KKB) di Kecamatan Ngajum adalah sebanyak 3.423 Kepala Keluarga/ Rumah Tangga (Ruta).
(c)    Berdasarkan hasil masukan dari masyarakat dan setelah dilakukan pendataan ulang oleh BPS, di Kecamatan Ngajum terdapat 1.480 KK yang termasuk Keluarga Miskin (Gakin) yang belum mendapatkan subsidi BLT, sehingga diusulkan untuk memperoleh KKB pada tahap ke-2.
(d)  Dari berbagai informasi yang dikumpulkan, terdapat beberapa hal yang dapat dicatat berkaitan dengan program BLT, sebagai berikut:
(1)         Masyarakat miskin (Gakin) merasa senang menerima dana BLT, sebesar Rp 300.000,-. Bahkan ada informan penerima dana BLT yang menyatakan bahwa dia baru memegang lagi uang sebesar Rp 300.000,-, setelah selama dua tahun terakhir ini tidak pernah memegangnya.
(2)         Di kecamatan Ngajum, dana BLT diserahkan secara langsung kepada ibu-ibu, bukan kepada bapak-bapak.
(3)         Dana BLT dibelikan untuk keperluan hidup keluarga berupa Sembako dan kebutuhan-kebutuhan primer lainnya.
(4)         Dana BLT dapat membantu keluarga miskin dalam meringankan beban hidup keluarga, meskipun tidak cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan keluarga.

2.  Evaluasi Efektivitas Pelaksanaan Program PKPS-BBM bentuk BLT:
(a) Kebijakan pemerintah memberikan subsidi berupa BLT sebesar Rp 100.000,- per-bulan kepada keluarga miskin (Gakin) dinilai oleh sebagian masyarakat sebagai kebijakan yang kurang baik. Dari hasil diskusi dan wawancara, diperoleh informasi yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
(1)   Kebijakan pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada Keluarga Miskin (Gakin) adalah kebijakan sinterklas.
(2)   Program BLT adalah program yang sifatnya sesaat, tidak memberikan manfaat untuk jangka panjang.
(3)   Dana yang diberikan melalui BLT tidak dijamin tepat sasaran, karena peluang penggunaan dana untuk kepentingan di luar Sembako sangat besar.
     (4)  Adanya program BLT telah memunculkan kecemburuan sosial, terutama bagi masyarakat miskin yang tidak tercantum dalam penerima BLT.
(6)   Secara psikologis akan menimbulkan persoalan (misalnya: stress) pada masyarakat miskin setelah masa 12 bulan berakhir, karena di tahun ke-2 dana BLT akan dihentikan.
(7)   Subsidi kepada masyarakat miskin, sebaiknya tidak dalam bentuk uang tunai tetapi dalam bentuk voucer untuk pembelian kebutuhan primer (sembako, minyak tanah, dsb.).
(b) Hasil evaluasi terhadap proses penyaluran PKPS-BBM program Bantuan Langsung Tunai (BLT) adalah sebagai berikut:
Tahap
Evaluasi Pelaksana
Ket.
Proses Pendataan Penduduk Miskin (Gakin)
1.      Kriteria Gakin dari BPS masih kasar
2.      Petugas kurang cermat
3.      Jumlah dan kualitas petugas kurang
4.      Waktu pendataan yang singkat
5.      Kurang koordinasi & sosialisasi antara petugas dan Ketua SLS,
6.      Adanya tekanan dari warga,
7.      Lemahnya kontrol dari masyarakat setempat.

Proses Pengusulan KK/Ruta Miskin
1.      Terdapat KK miskin yang tdak diusulkan (di kec. Ngajum 1.480 KK),
2.      Terdapat KK yang tidak layak tetapi diusulkan,
3.      Chek data lemah

Proses Pembagian KKB
1.           Terdapat KK miskin tidak mendapatkan KKB,
2.           Terdapat KK yang tidak layak tetapi mendapat KKB,
3.           Data hasil pendataan di lapangan kurang akurat.

Proses Pencairan Dana BLT
1.      Petugas dari PT. Pos terbatas,
2.      Terdapat pencairan salah sasaran,
3.      Kontrol penggunaan dana lemah.


3. Mekanisme Efektif Penyaluran Program PKPS-BBM bentuk BLT:
      Secara umum proses penyaluran PKPS-BBM program Bantuan Langsung Tunai (BLT) masih terdapat beberapa kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu perlu ada penyempurnaan dan perbaikan dalam proses dan mekanismenya, sehingga penyaluran program dapat berjalan secara efektif dan tepat sasaran.
      Sebaiknya proses dan mekanisme penyaluran PKPS-BBM program Bantuan Langsung Tunai (BLT) adalah sebagai berikut:
Tahap
Proses
Keterangan
Pendataan
1. Sosialisasi Program
1.      Penjelesan dan irformasi program kepada masyarakat (publik) secara luas tentang program PKSP-BBM.


2. Identifikasi & Pendataan
1.        Proses identifikasi sasaran kebutuhan dengan melibatkan RT, RW dan Dewan Warga.
2.        Proses pendataan oleh petugas dengan melibatkan warga setempat
3.        Koordinasi & Kerjasama dengan ketua Satuan Lingkungan Setempat (SLS).
4.        Usulan sasaran hasil musyawarah Dewan Warga.

3. Rekap & Chek Data
1.      Rekap data hasil usulan Dewan Warga oleh petugas (BPS).
2.      Chek, klarifikasi & evaluasi data.

4.      Pengumuman & Chek Data Sementara  Tahap 1
1.      Pengumuman hasil rekap data usulan di SLS.
2.      Evaluasi dan masukan warga.
3.      Buka Posko pengaduian & informasi di tingkat Desa/kelurahan.

5.      Identifikasi & Pendataan Ulang
1.      Identifikasi & pendataan  ulang data berdasarkan hasil pengaduan & informasi masyarakat.
2.      Evaluasi & Modifikasi Data baru.

6.      Pengumuman & Chek Data Sementara Tahap 2. (akhir)
1.      Pengumuman & chek data akhir sebelum penetapan.
2.      Buka posko pengaduan & informasi di tingkat Desa/kelurahan.
Penetapan
1. Penetapan Data
1.              Penetapan data hasil pengumuman tahap-2 untuk laporan/usulan.
2.              Pengumuman publik.

2. Pelaporan/Pengusulan  Data
Penyerahan laporan/usulan data secara berjenjang: Desa, Kecamatan & Kabupaten.

3. Pengumuman Hasil Usulan
Pengumuman hasil laporan/usulan data kepada publik.
Pencairan
1. Pencairan Dana
1.      Waktu & lokasi yang tepat.
2.      Petugas yang refresentatif.
3.      Prosedur yang mudah & cepat.
4.      Libatkan kontrol  warga.
Pemantauan
1. Pemantaun Penggunaan Dana
1.      Chek data penerimaan warga.
2.      Pemantauan penggunaan dana.

2. Evaluasi
1.      Evaluasi pelaksanaan PKSP-BBM program BLT dengan melibatkan publik.
2.      Evaluasi efektivitas program untuk bahan masukan (feedback).