(Studi di Wilayah Kecamatan Ngajum Kabupaten Malang-Jawa Timur) (Tahun 2005, 56 Halaman)
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
(1) Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yaitu berupa pemberian subsidi langsung dalam bentuk uang tunai kepada setiap Keluarga Miskin (Gakin) sebesar Rp 100.000,- (Seratus ribu rupiah) untuk masa waktu 12 bulan (1 tahun).
(2) Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Malang dan data dari kantor Kecamatan Ngajum, jumlah Keluarga Miskin (Gakin) yang oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Malang berdasarkan hasil pendataan Keluarga Miskin (Gakin) adalah sebanyak 3.466 KK/Ruta. Sedangkan jumlah Keluarga Miskin yang disetujui untuk menerima Kartu Kompensasi BBM (KKB) di Kecamatan Ngajum adalah sebanyak 3.423 Kepala Keluarga/ Rumah Tangga (Ruta).
(3) Berdasarkan hasil masukan dari masyarakat dan setelah dilakukan pendataan ulang oleh BPS, di Kecamatan Ngajum terdapat 1.480 KK yang termasuk Keluarga Miskin (Gakin) yang belum mendapatkan subsidi BLT, sehingga diusulkan untuk memperoleh KKB pada tahap ke-2.
(4) Dari berbagai informasi yang dikumpulkan, terdapat beberapa hal yang dapat dicatat berkaitan dengan program BLT, sebagai berikut:
(a) Masyarakat miskin (Gakin) merasa senang menerima dana BLT, sebesar Rp 300.000,-. Bahkan ada informan penerima dana BLT yang menyatakan bahwa dia baru memegang lagi uang sebesar Rp 300.000,-, setelah selama dua tahun terakhir ini tidak pernah memegangnya.
(b) Di kecamatan Ngajum, dana BLT diserahkan secara langsung kepada ibu-ibu, bukan kepada bapak-bapak.
(c) Dana BLT dibelikan untuk keperluan hidup keluarga berupa Sembako dan kebutuhan-kebutuhan primer lainnya.
(d) Dana BLT dapat membantu keluarga miskin dalam meringankan beban hidup keluarga, meskipun tidak cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan keluarga.
(5) Kebijakan pemerintah memberikan subsidi berupa BLT sebesar Rp 100.000,- per-bulan kepada keluarga miskin (Gakin) dinilai oleh sebagian masyarakat sebagai kebijakan yang kurang baik.
*****
(2) Bagaimanakah pola mekanisme yang efektif, efisien, dan tepat sasaran dalam program penyaluran dana subsidi BBM bagi masyarakat miskin pedesaan?
(3) Bagaimanakah pola mekanisme pengawasan dan evaluasi pelaksanaan program penyaluran dana subsidi BBM bagi masyarakat miskin pedesaan?
Target hasil penelitian adalah berupa konsep dasar tentang pola mekanisme yang efektif, efisien, dan tepat sasaran dalam program penyaluran dana subsidi kompensasi BBM kepada masyarakat miskin khususnya di pedesaan. Secara terinci hasil yang ditargetkan berupa:
(1) Pola mekanisme yang efektif, efisien, dan tepat sasaran dalam program penyaluran dana subsidi BBM bagi masyarakat miskin pedesaan.
2. Pengertian Kemiskinan
Sampai sejauh ini, kemiskinan bukan istilah baru yang aneh. Kemiskinan juga bukan lagi sesuatu yang abstrak sifatnya, melainkan sudah berwujud yang bisa diterjemahkan ke dalam berbagai pengertian umum di masyarakat. Masyarakat tidak pernah menyangkal, justru semakin disepakati bahwa kemisinan itu ada.
Di Indonesia, seluruh lapisan masyarakat mulai dari kalangan birokrat di tingkat atas sampai masyarakat biasa di tingkat desa, mengakui keberadaan kemiskinan. Kondisi itu merupakan sebuah persoalan yang mengandung banyak dimensi yang menuntut pemecahannya melalui berbagai pendekatan. Seperti yang dikemukakan Heru Nugraha (dalam Jamasy, 2004) bahwa kemiskinan telah melibatkan faktor ekonomi, sosial, budaya, dan tentu juga politik. Sehingga tidaklah mengherankan apabila kesulitan akan timbul ketika fenomena kemiskinan diobjektifkan (dikuantifikasi) dalam bentuk angka-angka, seperti halnya dalam pengukuran dan penentuan garis batas kemiskinan yang hingga kini masih menjadi perdebatan.
Sejak jaman sebelum kemerdekaan, Indonesia sudah dihadapkan dengan persoalan kemiskinan, dan sekarang pun dimana usia kemerdekaan sudah berlangsung lebih kurang 59 tahun, kemiskinan masih menduduki prioritas utama dalam proses pembangunan.
Menghadapi kondisi seperti ini, Gunawan Sumodiningrat (dalam Jamasy, 2004) menegaskan kepada seluruh pemerhati persoalan kemiskinan, bahwa tidak ada alasan lain yang lebih tepat untuk dikemukakan kecuali bahwa kemiskinan dan kesenjangan masih merupakan masalah utama dalam pembangunan di Indonesia.
Kemiskinan dalam berbagai tampilan wajahnya, telah memberikan dampak kepada perorangan, kepada keluarga, dan kepada lembaga. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa yang paling esensial adalah kemiskinan selalu bermula dari kondisi perorangan, apakah dia sebagai manusia perorangan, sebagai anggota lembaga keluarga, atau sebagai anggota dari sebuah lembaga tertentu.
Kendati kemiskinan melekat kepada individu/perorangan, namun bukan berarti semata-mata adalah tanggung jawab individu, melainkan harus menjadi pekerjaan seluruh komponen negara (bangsa), atau yang lazim belakangan ini disebut dengan stakeholders (seluruh elemen masyarakat mulai dari lembaga birokrat/aparat pemerintahhan, lembaga swasta, dan sampai kepada seluruh lapisan masyarakat). Kemiskinan termasuk pada permasalahan sosial, tetapi apa yang menyebabkannya dan bagaimana mengatasinya tergantung pada ideologi yang dipergunakan. Jelas bahwa kemiskinan adalah persoalan besar yang harus segera diatasi.
Kalangan pemerhati masalah kemiskinan telah mencoba memilah kemiskinan ke dalam empat bentuk, di mana masing-masing bentuk mempunyai arti tersendiri. Keempat bentuk tersebut, yaitu kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, kemiskinan struktural, dan kemiskinan kultural.
Kemiskinan absolut, yaitu apabila tingkat pendapatannya di bawah garis kemiskinan, atau sejumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan minimum, antara lain kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja.
Kemiskinan relatif, adalah kondisi di mana pendapatannya berada pada posisi di atas garis kemiskinan, namun relatif lebih rendah dibanding pendapatannya masyarakat sekitarnya.
Kemiskinan struktural adalah kondisi atau situasi miskin karena pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan pada pendapatan.
Kemiskinan kultural karena mengacu kepada persoalan sikap seseorang atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak mau berusaha untuk memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak kreatif, meskipun ada usaha dari pihak luar untuk membantunya.
Perkembangan terakhir, kemiskinan struktural banyak disorot sebagai penyebab tumbuh dan berkembangnya ketiga kemiskinan yang lain, yalni: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, dan kemiskinan kultural.
Keempat bentuk kemiskinan di atas tidak perlu disembunyikan, justru harus dipandang sebagai alat untuk mengukur kondisi aktual dari kemiskinan yang selama ini berada di sekitar kita. Mereka yang miskin saat ini ada yang tersebar di perkotaan dan ada pula yang di pedesaan.
Biro Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa pada tahun 1996 jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 22,5 juta orang, pada tahun 1998 jumlahnya naik tajam menjadi sebanyak 79,5 juta orang dan sebagian besar (56,8 juta jiwa berada di pedesaan). Kemudian menurut sumber lain (Kompas, 8 November 2001), J. Kassum, Wakil Presiden Bank Dunia untuk kawasan Asia Timur dan Pasifik, telah mengumumkan bahwa kurang lebih tiga per lima (60%) penduduk Indonesia saat ini hidup di bawah garis kemiskinan absolut (extreme proverty). Sedangkan menurut Yaumil Agoes Achir (Kompas, 28 Desember 2001), Kepala Badan Koordinasi Kesejahteraan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), menyatakan bahwa 40 persen dari total penduuk Indonesia yang berjumlah 210 juta jiwa, tergolong dalam penduduk miskin dan masih hidup pada tingkat prasejahtera.
3. Dimensi-Dimensi Kemiskinan
Kemiskinan bukan saja berurusan dengan persoalan ekonomi tetapi bersifat multidimensional karena dalam kenyataannya juga berurusan dengan persoalan-persoalan non-ekonomi ( sosial, budaya, dan politik ). Karena sifat multidimensional tersebut maka kemiskinan tidak hanya berurusan dengan kesejahteraan sosial ( social well-being ). Untuk mengejar seberapa jauh seseorang memerlukan kesejahteraan materi dapat diukur secara kuantitatif dan obyektif seperti dalam mengukur kemiskinan absolut yaitu ditunjukan dengan angka rupiah. Namun untuk memahami berapa besar kesejahteraan sosial yang harus dipenuhi oleh seseorang ukurannya menjadi sangat relatif dan kuantitatif. Dalam butir ini yang dipersoalkan bukan berapa besar ukuran kemiskinan tetapi dimensi-dimensi apa saja yang terkait dalam gejala kemiskinan tersebut ( Ellis, G.P.R, 1984 ).
Pertama, yang paling jelas bahwa kemiskinan berdimensi ekonomi atau material. Dimensi ini menjelma dalam berbagai kebutuhan dasar manusia yang sifatnya material, yaitu seperti pangan, sandang, perumahan, kesehatan, dan lain-lain. Dimensi ini dapat diukur dalam rupiah meskipun harganya akan selalu berubah-ubah setiap tahunnya tergantung dari tingkat inflasi rupiah itu sendiri.
Kedua, kemiskinan berdimensi sosial dan budaya. Ukuran kuantitatif kurang dapat dipergunakan untuk memahami dimensi ini sehingga ukuran sangat bersifat kualitatif. Lapisan yang secara ekonomis miskin akan membentuk kantong-kantong kebudayaan yang disebut budaya kemiskinan demi kelangsungan hidup. Budaya kemiskinan ini dapat ditunjukkan dengan terlembaganya nilai-nilai seperti apatis, apolitis, fatalistik, ketidakberdayaan dll. Untuk itu serangan terhadap kemiskinan sama artinya pula dengan pengikisan budaya ini. Apabila budaya ini tidak dihiliangkan maka kemiskinan ekonomik juga sulat ditanggulangi.
Ketiga, kemiskinan berdimensi struktural atau politik artinya orang yang mengalami kemiskinan ekonomi pada hakekatnya karena mengalami kemiskinan struktural atau politis. Kemiskinan ini terjadi karena orang miskin tersebut tidak memiliki sarana untuk terlibat dalam proses politik, tidak memiliki kekuatan politik, sehingga menduduki struktur sosial paling bawah. Ada asumsi yang menegaskan bahwa orang yang miskin secara structural atau politis akan berakibat pula miskin alam material ( ekonomi ). Untuk itu langkah pengentasan kemiskinan apabila ingin efektif juga harus mengatasi hambatan-hambatan yang sifatnya structural dan politis.
Dimensi-dimensi kemiskinan ini pada hakekatnya merupakan gambaran bahwa kemiskinan bukan hanya dalam artian ekonomi, tetapi memperhatikan prioritas, namun bersamaan dengan itu seyogyanya juga mengejar terget membatasi kemiskinan non-ekonomi. Ini sejalan dengan pergeseran strategi pembangunan nasional, bahwa yang dikejar bukan semata-mata pertumbuhan ekonomi tetapi juga pembangunan kualitas manusia seutuhnya ( sosial, budaya, dan politik ).
(2) Bagaimanakah pola mekanisme yang efektif, efisien, dan tepat sasaran dalam program penyaluran dana subsidi BBM bagi masyarakat miskin pedesaan?
(3) Bagaimanakah pola mekanisme pengawasan dan evaluasi pelaksanaan program penyaluran dana subsidi BBM bagi masyarakat miskin pedesaan?
Sedangkan manfaat penelitian ini adalah memberikan gambaran dan informasi berupa konsep dasar tentang pola mekanisme yang efektif, efisien, dan tepat sasaran dalam program penyaluran dana subsidi kompensasi BBM kepada masyarakat miskin khususnya di pedesaan. Secara terinci manfaat penelitian adalah meliputi gambaran dan informasi tentang:
(1) Pola mekanisme yang efektif, efisien, dan tepat sasaran dalam program penyaluran dana subsidi BBM bagi masyarakat miskin pedesaan.
D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Pada dasarnya penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu suatu model penelitian yang berusaha untuk membuat gambaran/paparan dan menggali secara cermat serta mendalam tentang fenomena sosial tertentu tanpa melakukan intervensi dan hipotesis. Metode penelitian utama yang digunakan adalah kualitatif, akan tetapi untuk melengkapi analisis akan ditampilkan dan diperkuat pula dengan data-data yang bersifat kuantitatif, dengan pemahaman bahwa penelitian ini menggunakan paradigma kualitatif yang dilengkapi dan diperkuat dengan data kuantitatif. Analisa kualitatif yang digunakan adalah deskriptif-induktif, sedangkan data kuantitatif yang digunakan adalah prosentase dalam bentuk tabulasi.
2. Penentuan Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ditentukan secara purposive atau dipilih secara sengaja. Karakteristik wilayah penelitian yang dipilih sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu suatu wilayah lingkungan pedesaan. Lokasi penelitian adalah masyarakat miskin pedesaaan di wilayah Kecamatan Ngajum, Kabupaten Malang.
3. Penentuan Subjek dan Informan Penelitian
Populasi penelitian adalah masyarakat pedesaan di wilayah kecamatan Pujon, kabupaten Malang. Subjek penelitian ditentukan secara purposive, yaitu: (1) kelompok keluarga miskin (Gakin) penerima program dana subsidi kompensasi BBM dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT); (2) kelompok masyarakat non-penerima program dana subsidi kompensasi BBM: tokoh masyarakat, LSM.; (3) kelompok pelaksana program baik pemerintah maupun pihak pelaksanan yang ditunjuk. Sedangkan teknik penentuan informan berdasarkan teknik snawball, yaitu mereka yang terlibat dan memahami tentang program penyaluran dana subsidi kompensasi BBM, seperti pakar perguruan tinggi, dsb.
4. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, secara garis besar proses pengumpulan data menggunakan 4 (empat) metode pokok yang saling berkaitan dan melengkapi, yaitu :
a. Rural Community Appraisal (RCA)
Suatu metode yang digunakan pada saat studi pendahuluan terhadap komunitas masyarakat pedesaan, yaitu masyarakat pedesaan yang tergolong desa miskin. Peneliti menentukan masyarakat miskin yang diteliti adalah keluarga miskin (Gakin) di wilayah kecamatan Ngajum, kabupaten Malang.
b. Focus Group Discussion Technique (FGDT)
Penggunaan berbagai forum kelompok primer dalam masyarakat sebagai media diskusi terfokus mengenai realitas sosial berkaitan dengan program penyaluran dana subsidi kompensasi BBM. FGD melibatkan para kelompok penerima program, tokoh masyarakat, staf pemerintahan Kecamatan Ngajum, dan petugas BPS. Diskusi dilaksanakan di kantor BPS Kabupaten Malang dan kantor Kecamatan Ngajum.
c. Indeept Interview
Teknik wawancara mendalam akan dilakukan baik terhadap subjek maupun responden kunci, yaitu: (1) kelompok masyarakat miskin penerima program dana subsidi kompensasi BBM; (2) kelompok masyarakat non-penerima program dana subsidi kompensasi BBM: tokoh masyarakat, LSM; (3) kelompok pelaskana program baik pemerintah maupun pihak pelaksanan yang ditunjuk; dan (4) informan.
d. Survey
Adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan. Pertanyaan yang diajukan meliputi hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan program PKPS-BBM untuk BLT di Kecamatan Ngajum.
Selanjutnya proses pengumpulan data sebagai berikut :
Sasaran Penelitian Teknik Pengumpulan Data
1. Karakteristik Masyarakat 1. Observasi Langsung
Pedesaan 2. RCA
2. Poses Pelaksanaan Subsidi 1. Survey
BBM 2. FGDT
3. Indept Interview
3. Information Controll 1. Indept Interview
5. Teknik Analisa Data
Secara umum penelitian akan menggambarkan/mendeskripsikan fenomena yang muncul secara objektif tanpa melakukan intervensi terhadap objek. Karena data berupa deskripsi, maka data yang dianalisis adalah data kualitatif dan data-data yang merupakan data kuantitatif berfungsi sebagai pelengkap analisis untuk membantu memperjelas pendeskripsian data kualitatif.
Sesuai dengan tujuan penelitian, maka untuk data kuantitatif (data-data yang dapat dikategorikan dalam bentuk angka-angka) analisis yang digunakan antara lain berupa persentase, tabulasi frekuensi ataupun cross tabulasi. Sedangkaan untuk data kualitatif disajikan dalam bentuk deskripsi induktif.
6. Jadwal dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 6 (enam) bulan, yaitu mulai bulan Pebruari sampai dengan bulan Juli 2005, dengan alokasi penggunan waktu meliputi: bulan ke-1 dan ke-2 digunakan untuk persiapan, bulan ke-3 dan ke-4 digunakan untuk penelitian, dan bulan ke-5 dan ke-6 digunakan untuk proses penyelesaian.
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat dikemukakan hal-hal sebagai berikut:
1. Gambaran Pelaksnaan Program PKPS-BBM bdalam bentuk BLT di Kecamatan Ngajum:
(a) Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yaitu berupa pemberian subsidi langsung dalam bentuk uang tunai kepada setiap Keluarga Miskin (Gakin) sebesar Rp 100.000,- (Seratus ribu rupiah) untuk masa waktu 12 bulan (1 tahun), terhitung mulai bulan Oktober 2005 sampai dengan bulan September 2006. Proses pencairan dana BLT dilakukan dalam 4 tahap pencairan, dimana Keluarga Miskin (Gakin) setiap tahap pencairannya menerima dana BLT sebesar Rp 300.000,- (Tiga ratus ribu rupiah).
(b) Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Malang dan data dari kantor Kecamatan Ngajum, jumlah Keluarga Miskin (Gakin) yang oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Malang berdasarkan hasil pendataan Keluarga Miskin (Gakin) adalah sebanyak 3.466 KK/Ruta. Sedangkan jumlah Keluarga Miskin yang disetujui untuk menerima Kartu Kompensasi BBM (KKB) di Kecamatan Ngajum adalah sebanyak 3.423 Kepala Keluarga/ Rumah Tangga (Ruta).
(c) Berdasarkan hasil masukan dari masyarakat dan setelah dilakukan pendataan ulang oleh BPS, di Kecamatan Ngajum terdapat 1.480 KK yang termasuk Keluarga Miskin (Gakin) yang belum mendapatkan subsidi BLT, sehingga diusulkan untuk memperoleh KKB pada tahap ke-2.
(d) Dari berbagai informasi yang dikumpulkan, terdapat beberapa hal yang dapat dicatat berkaitan dengan program BLT, sebagai berikut:
(1) Masyarakat miskin (Gakin) merasa senang menerima dana BLT, sebesar Rp 300.000,-. Bahkan ada informan penerima dana BLT yang menyatakan bahwa dia baru memegang lagi uang sebesar Rp 300.000,-, setelah selama dua tahun terakhir ini tidak pernah memegangnya.
(2) Di kecamatan Ngajum, dana BLT diserahkan secara langsung kepada ibu-ibu, bukan kepada bapak-bapak.
(3) Dana BLT dibelikan untuk keperluan hidup keluarga berupa Sembako dan kebutuhan-kebutuhan primer lainnya.
(4) Dana BLT dapat membantu keluarga miskin dalam meringankan beban hidup keluarga, meskipun tidak cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan keluarga.
2. Evaluasi Efektivitas Pelaksanaan Program PKPS-BBM bentuk BLT:
(a) Kebijakan pemerintah memberikan subsidi berupa BLT sebesar Rp 100.000,- per-bulan kepada keluarga miskin (Gakin) dinilai oleh sebagian masyarakat sebagai kebijakan yang kurang baik. Dari hasil diskusi dan wawancara, diperoleh informasi yang dapat disimpulkan sebagai berikut:
(1) Kebijakan pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada Keluarga Miskin (Gakin) adalah kebijakan sinterklas.
(2) Program BLT adalah program yang sifatnya sesaat, tidak memberikan manfaat untuk jangka panjang.
(3) Dana yang diberikan melalui BLT tidak dijamin tepat sasaran, karena peluang penggunaan dana untuk kepentingan di luar Sembako sangat besar.
(4) Adanya program BLT telah memunculkan kecemburuan sosial, terutama bagi masyarakat miskin yang tidak tercantum dalam penerima BLT.
(6) Secara psikologis akan menimbulkan persoalan (misalnya: stress) pada masyarakat miskin setelah masa 12 bulan berakhir, karena di tahun ke-2 dana BLT akan dihentikan.
(7) Subsidi kepada masyarakat miskin, sebaiknya tidak dalam bentuk uang tunai tetapi dalam bentuk voucer untuk pembelian kebutuhan primer (sembako, minyak tanah, dsb.).
(b) Hasil evaluasi terhadap proses penyaluran PKPS-BBM program Bantuan Langsung Tunai (BLT) adalah sebagai berikut:
Tahap | Evaluasi Pelaksana | Ket. |
Proses Pendataan Penduduk Miskin (Gakin) | 1. Kriteria Gakin dari BPS masih kasar 2. Petugas kurang cermat 3. Jumlah dan kualitas petugas kurang 4. Waktu pendataan yang singkat 5. Kurang koordinasi & sosialisasi antara petugas dan Ketua SLS, 6. Adanya tekanan dari warga, 7. Lemahnya kontrol dari masyarakat setempat. |
|
Proses Pengusulan KK/Ruta Miskin | 1. Terdapat KK miskin yang tdak diusulkan (di kec. Ngajum 1.480 KK), 2. Terdapat KK yang tidak layak tetapi diusulkan, 3. Chek data lemah |
|
Proses Pembagian KKB | 1. Terdapat KK miskin tidak mendapatkan KKB, 2. Terdapat KK yang tidak layak tetapi mendapat KKB, 3. Data hasil pendataan di lapangan kurang akurat. |
|
Proses Pencairan Dana BLT | 1. Petugas dari PT. Pos terbatas, 2. Terdapat pencairan salah sasaran, 3. Kontrol penggunaan dana lemah. |
|
3. Mekanisme Efektif Penyaluran Program PKPS-BBM bentuk BLT:
Secara umum proses penyaluran PKPS-BBM program Bantuan Langsung Tunai (BLT) masih terdapat beberapa kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu perlu ada penyempurnaan dan perbaikan dalam proses dan mekanismenya, sehingga penyaluran program dapat berjalan secara efektif dan tepat sasaran.
Sebaiknya proses dan mekanisme penyaluran PKPS-BBM program Bantuan Langsung Tunai (BLT) adalah sebagai berikut:
Tahap | Proses | Keterangan |
Pendataan | 1. Sosialisasi Program | 1. Penjelesan dan irformasi program kepada masyarakat (publik) secara luas tentang program PKSP-BBM.
|
| 2. Identifikasi & Pendataan | 1. Proses identifikasi sasaran kebutuhan dengan melibatkan RT, RW dan Dewan Warga. 2. Proses pendataan oleh petugas dengan melibatkan warga setempat 3. Koordinasi & Kerjasama dengan ketua Satuan Lingkungan Setempat (SLS). 4. Usulan sasaran hasil musyawarah Dewan Warga. |
| 3. Rekap & Chek Data | 1. Rekap data hasil usulan Dewan Warga oleh petugas (BPS). 2. Chek, klarifikasi & evaluasi data. |
| 4. Pengumuman & Chek Data Sementara Tahap 1 | 1. Pengumuman hasil rekap data usulan di SLS. 2. Evaluasi dan masukan warga. 3. Buka Posko pengaduian & informasi di tingkat Desa/kelurahan. |
| 5. Identifikasi & Pendataan Ulang | 1. Identifikasi & pendataan ulang data berdasarkan hasil pengaduan & informasi masyarakat. 2. Evaluasi & Modifikasi Data baru. |
| 6. Pengumuman & Chek Data Sementara Tahap 2. (akhir) | 1. Pengumuman & chek data akhir sebelum penetapan. 2. Buka posko pengaduan & informasi di tingkat Desa/kelurahan. |
Penetapan | 1. Penetapan Data | 1. Penetapan data hasil pengumuman tahap-2 untuk laporan/usulan. 2. Pengumuman publik. |
| 2. Pelaporan/Pengusulan Data | Penyerahan laporan/usulan data secara berjenjang: Desa, Kecamatan & Kabupaten. |
| 3. Pengumuman Hasil Usulan | Pengumuman hasil laporan/usulan data kepada publik. |
Pencairan | 1. Pencairan Dana | 1. Waktu & lokasi yang tepat. 2. Petugas yang refresentatif. 3. Prosedur yang mudah & cepat. 4. Libatkan kontrol warga. |
Pemantauan | 1. Pemantaun Penggunaan Dana | 1. Chek data penerimaan warga. 2. Pemantauan penggunaan dana. |
| 2. Evaluasi | 1. Evaluasi pelaksanaan PKSP-BBM program BLT dengan melibatkan publik. 2. Evaluasi efektivitas program untuk bahan masukan (feedback). |